Langsung ke konten utama

UUD 45 PASAL 34

FAKIR MISKIN DAN ANAK-ANAK TERLANTAR 

DIPELIHARA OLEH NEGARA?

Oleh:
Dr. Achmat Subekan, S.E., M.Si.
Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Malang

ABSTRAK
Didirikannnya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, masih terdapat masyarakat dalam keadaan fakir, miskin, dan terlantar. Mereka bisa bermetamorfosis menjadi gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.  Pilihan kata dalam klausul ayat tersebut ternyata dapat memunculkan  makna yang berbeda-beda. Jumlah gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan yang terus bertambah di banyak kota besar lebih mendorong seseorang mengartikan kalimat sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kata kunci: negara, keadilan, fakir, miskin, anak terlantar, dan dipelihara


Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta dalam keadaan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain ditujukan agar antarmanusia dapat saling mengenal dan tolong-menolong. Manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya. Seorang laki-laki membutuhkan perempuan, demikian juga sebaliknya. Seorang pimpinan membutuhkan anak buah, demikian juga sebaliknya. Tidak seorang pun sanggup untuk hidup sendirian walaupun dunia dan seisinya diberikan kepadanya. Walaupun surga seisinya telah diberikan kepadanya, Nabi Adam tetap membutuhkan kehadiran Siti Hawa dalam kehidupannya.
Perbedaan keadaan manusia ternyata tidak sebatas jenis kelamin, suku, bangsa, dan warna kulitnya, tetapi juga dalam kehidupan ekonomi yang mereka alami. Di samping terdapat orang yang beruntung memiliki kehidupan ekonomi yang mapan, ada juga masyarakat yang memiliki kehidupan ekonomi kurang beruntung. Masyarakat yang berada dalam keadaan fakir, miskin, dan terlantar adalah contoh orang-orang yang kurang beruntung dalam kehidupan ekonominya menurut kebanyakan umat manusia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah salah satu cita-cita yang telah digagas oleh para pendiri bangsa (founding fathers) sebagaimana diungkapkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali, berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Begitu besarnya perhatian para perumus UUD 1945terhadap ketimpanan ekonomi, sampai-sampai terdapat ayat yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Klausul tersebut berada pada Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. Masyarakat fakir, miskin, dan anak-anak yang terlantar dianggap sebagai kondisi ekstrim keterbelakangan kondisi perekonomian seseorang sehingga negara harus memberikan perhatian khusus. Hal ini dilakukan dengan melakukan pemeliharaan terhadap mereka.
Arti Kata “Pelihara”
Kata “pelihara” merupakan salah satu kata yang dimiliki Bahasa Indonesia dan dapat dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam kamus tersebut, kata “pelihara” memiliki kemiripan arti dengan kata “jaga” dan “rawat”. Kata “memelihara” yang merupakan turunan dari kata pelihara memiliki arti: 1) menjaga dan merawat baik-baik, 2)  mengusahakan dan menjaga (supaya tertib, aman, dsb), 3) mengusahakan (mengolah), 4) menjaga dan mendidik baik-baik, 5) memiara atau menernakkan, 6) mempunyai, 7) membiarkan tumbuh, dan 8) menyelamatkan, melindungi,  melepaskan (meluputkan) dari bahaya dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata “pelihara” dan turunannya digunakan untuk mengungkapkan berbagai hal. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dikenal adanya belanja pemeliharaan. Belanja yang merupakan bagian dari belanja barang ini dimaksudkan untuk mempertahankan berfungsinya aset atau barang yang dimiliki pemerintah/negara. Belanja pemeliharaan gedung dimaksudkan untuk merawat gedung agar tetap dapat berfungsi dengan baik. Belanja pemeliharaan peralatan dan mesin dimaksudkan untuk menjaga dan memperbaiki kerusakan peralatan dan mesin agar tetap dapat digunakan untuk mendukung operasional pemerintahan. Tujuan dari belanja pemeliharaan adalah untuk mempertahankan (menjaga keawetannya) barang atau aset yang dipelihara sehingga tetap dapat berfungsi dengan baik.
Dalam keseharian masyarakat luas juga sering menggunakan kata “memelihara”, misalnya: Badu memelihara ayam. Pada kalimat tersebut, kata memelihara bermakna tidak hanya mempertahankan, tetapi juga mengembangbiakkan sehingga beranak-pinak. Ayam peliharaan Badu tidak hanya dirawat agar tetap hidup, tetapi juga agar bertelur dan menetaskannya sehingga beranak dan terus bertambah banyak. Seorang peternak memelihara hewan piaraannya bermaksud agar hewan piaraannya berkembang biak. Dengan jumlah hewan peliharaan yang terus bertambah  tersebut diharapkan dapat mendatangkan keuntungan.
Negara Memelihara Fakir Miskin dan Anak Terlantar
Di banyak kota, terutama kota-kota besar, begitu mudah dijumpai para pengemis dengan bermacam sebutan.  Di antara mereka ada yang disebut gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan. Mereka adalah cerminan kehidupan fakir miskin dan anak-anak terlantar. Jumlah mereka cenderung bertambah dari waktu ke waktu, apalagi pada saat bulan puasa dan lebaran tiba.
Pemerintah kabupaten/kota yang dapat melihat dari dekat kondisi dan keberadaan mereka tidak banyak melakukan tindakan nyata guna mengentaskan mereka dari kehidupan nestapa tersebut. Jumlah gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan terus mengalami pertambahan. Dikaitkan dengan arti “dipelihara” sebagaimana diuraikan di atas, kondisi mereka yang terus bertambah ini menjadi bahan perbincangan tersendiri. Apabila gedung dan bangunan dipeliharaagar awet dan bertahan lama, maka fakir miskin dan anak terlantar dipelihara juga bisa bermakna agar awet dan bertahan lama. Kondisi mereka tetap fakir, miskin, dan terlantar. Mereka pun harus tetap eksis karena memang “dipelihara” oleh negara seperti halnya aset atau barang milik negara yang dipelihara agar tetap ada dan berfungsi dengan baik.
Akan lebih mengenaskan lagi arti kata “dipelihara” apabila disejajarkan dengan kalimat “Ayamdipelihara oleh Badu”.  Sebagai pihak yang memelihara ayam, Badu tentu berkeingingan agar ayampeliharaannya sehat-sehat, bertelur, dan berkembang biak sehingga makin lama makin banyak. Apabila arti yang demikian digunakan pada kalimat “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” maka berkembang dan bertambahnya masyarakat kaum fakir, miskin, dan anak terlantar merupakan tujuan yang diharapkan. Masyarakat gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak-anak jalanan yang makin hari terus bertambah  jumlahnya menunjukkan keberhasilan “pemeliharaan” terhadap mereka.
Akan menyedihkan sekali apabila kata “dipelihara” pada Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 diarahkan artinya pada mempertahankan eksistensi atau mengembangbiakkan fakir miskin dan anak terlantar. Namun, kenyataan di masyarakat hal itulah yang terjadi. Kaum miskin dan papa ini semakin bertambah karena tidak adanya program pemberdayaan dan pengentasan mereka. Gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak-anak jalanan semakin mudah dijumpai di kota-kota besar. Terlepas dari apakah  gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak-anak jalanan tersebut masuk dalam golongan fakir miskin dan anak terlantar, yang jelas mereka adalah indikator kemiskinan yang terjadi di suatu daerah. Harus diakui,beberapa pemerintah kabupaten/kota telah mampu membersihkan wajah kotanya dari gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan, namun jumlah kabupaten/kota yang demikian masih sangat sedikit.
Klausul dalam Pasal 34 ayat (1) yang menyatakan “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara  negara” bisa menjadi memiliki arti yang berbeda-beda. Hal ini sangat bergantung pada dari sudut mana seseorang memaknainya. Jumlah fakir miskin dan anak terlantar yang terus bertambah bisa menunjukkan negara telah bersalah karena tidak memberikan penghidupan yang layak kepada mereka. Namun, terus bertambahnya mereka juga dapat dibenarkan berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut karena negara memang “memelihara” (membiarkan tumbuh) mereka.
Penutup
Dari uraian di atas, pembaca tentu sudah bisa menyimpulkan dan memberikan jawaban terhadap judul yang diangkat. Dalam kondisi apapun, negara tetap dapat dikatakan “memelihara” fakir miskin dan anak terlantar. Negara membiarkan mereka terus berkembang dan bertambah jumlahnya tanpa melakukan program pengentasan dari penderitaan hidup mereka, dapat dikatakan telah “memelihara”. Sebaliknya, negara melakukan program pengentasan dan pemberdayaan sehingga mereka terlepas dari kondisi fakir, miskin, dan keterlantarannya juga memenuhi arti kata “memelihara”.
UUD 1945 yang telah empat kali diamandemen tidak lagi memiliki penjelasan seperti naskah asli yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para perumus UUD 1945, penulis berpendapat bahwa kata “dipelihara“ pada ayat tersebut harus dimaknai “dirawat, dilindungi, dan diberdayakan sehingga mereka tidak lagi fakir, miskin, dan terlantar”. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sekiranya di masa mendatang, para wakil rakyat yang tergabung di Majelis Permusyawaratan Rakyat bermaksud mengubah redaksional Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 ini, penulis sangat memberikan apresiasi. Perubahan yang dilakukan harus tidak menimbulkan multitafsir ataupun memiliki pengertian yang bertolak belakang. Amandemen konstitusi tentu membutuhkan “energi” yang besar. Para wakil rakyatlah yang harus memikirkannya. Semoga tulisan ini bermanfaat, amin.

DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Terjemahnya
Undang-undang Dasar 1945
Kamus Besar Bahasa Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DoneThis blog

This post originally appeared on the  iDoneThis blog . A community is a group of people who have gathered around a  shared idea, value, concept, or interest . What people sometimes forget is how  a community is also an ecosystem of supportive productivity  in which people connect to help each other solve a problem or accomplish goals. Your community can help you get stuff done. This stands true whether you’re thinking of community as part of your personal life or in  relation to your company . Our recent work with  CollaborativeConsumption.com  to strengthen their leadership in the “sharing economy” (or “collcon” space) is just one example of how the  care, passion, and dedication of a community can enable and inspire its members to create value together . In converting their highly-trafficked blog into an international media site with 30 global contributors, we found that community members can actually produce on behalf of the company. By creating a structured content strateg

Berbahagialah mereka yang memperhatikan orang yang lemah

Perhatikan Orang Lemah Topik :  Belas Kasih Nats : Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! Tuhan akan meluputkan dia pada waktu celaka ( Mazmur 41:2 ) Bacaan :  Mazmur 41:2-4 Anda mungkin pernah mendengar sabda bahagia Yesus dalam Khotbah di Bukit ( Matius 5:1-10 ). Berikut ini adalah "sabda bahagia" dari Perjanjian Lama yang kurang dikenal: "Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah" ( Mazmur 41:2 ). Kata dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan menjadi "memperhatikan" sesungguhnya berarti "memikirkan orang lain". Sedangkan yang diterjemahkan menjadi "lemah" sesungguhnya berarti "mereka yang membutuhkan". Ada banyak orang yang membutuhkan di sekitar kita. Mereka membutuhkan kasih, pengharapan, dan pengetahuan akan Allah. Meski tidak dapat menyelesaikan semua permasalahan mereka, kita dapat menunjukkan kepedulian kita. Kita mungkin tak punya banyak uang, tetapi kita dapat memberi diri kita. Kita